Terbaru

    Selasa, 19 Agustus 2014




       Setelah spekulasi yang makin santer terdengar sejak tiga hari terakhir, Manchester United akhirnya resmi mendatangkan Marcos Rojo dari Sporting Lisbon (Portugal). Namun, United juga harus kehilangan Nani selama satu musim karena dipinjam oleh mantan klubnya tersebut.

       Lahir di La Plata, Argentina, pada 20 Maret 1990, Rojo memulai karier sepakbolanya sejak usia 10 tahun bersama klub lokal, Estudiantes de La Plata. Pada tahun 2008, dia dipromosikan ke tim senior dan bermain bersama ex-United, Juan Veron. Mencatat 53 penampilan dan 4 gol, Rojo memutuskan hengkang ke Spartak Moskow (Rusia) pada 2011.

     
    Rojo (kedua dari kanan) bersama Juan Veron merayakan gol-nya ke gawang Boca Junior

       Meski menandatangani kontrak selama 5 tahun dengan Spartak, Rojo hanya sanggup bertahan satu musim di negeri komunis tersebut. Dia memutuskan pindah ke Sporting Lisbon pada Juli 2012 dan menandatangani kontrak selama 4 tahun.

       Perjalanan Rojo bisa dibilang tidak mudah. Dia tumbuh dalam kultur sepakbola Argentina yang keras dan jauh berbeda dengan gaya Eropa. Maka tidak heran jika dia tidak betah di Spartak dan baru menemukan kembali "iramanya" saat berseragam Sporting. Selama 2 tahun terakhir dia menjelma menjadi bek yang tangguh dan disegani lawan.

     
    Rojo saat membela Spartak ketika menghadapi Ajax di Europa League

       Rojo memiliki tackling keras, pintar membaca arah pergerakan lawan, dan sangat agresif. Maka tak heran, dengan karakter seperti itu, dia sering ditempatkan sebagai bek tengah. Meskipun, dalam beberapa kesempatan, dia lebih nyaman saat diposisikan sebagai bek kiri. Musim 2013/14, Rojo menjelma menjadi pemimpin di garis pertahanan Sporting. Memotong alur bola secara cepat adalah keahliannya.

     
    Rojo is A Red! Sporting v Alvalade, Maret 2013

       Pilihan yang tepat bagi Rojo untuk berlabuh di Manchester United. Berbekal kekuatan fisik yang mumpuni, maka Premier League menjadi arena yang tepat untuknya. "Saya selalu menyukai sepakbola Inggris. Saya yakin akan dengan cepat beradaptasi dengan gaya permainan disana," ujar Rojo kemarin kepada salah satu stasiun radio di Argentina.

       Dua aset terpenting Rojo adalah kecepatan dan kekuatannya. Ditunjang tinggi 187 cm, dia sangat baik dalam duel udara. Sepakan kaki kirinya menjadi ancaman nyata bagi lawan apabila membiarkannya terlalu bebas bergerak. Rojo sering tiba-tiba melakukan crossing dan bahkan tendangan keras langsung ke arah gawang. Catatan Opta mengatakan, selama Piala Dunia 2014, Rojo melakukan 29 kali open play crosses. Hanya Angel Di Maria yang bisa melakukannya lebih banyak (32).

       Rojo punya masalah serius dengan kedisplinan. Selama dua musim di Sporting, dia telah mengantungi 27 kartu kuning dan 5 kartu merah. Dia kadang juga sering out of position saat diposisikan sebagai bek tengah. Louis van Gaal harus bisa mengantisipasi ini.

       Dengan seluruh kemampuannya itu, tidak diragukan lagi bahwa Marcos Rojo adalah aset berharga bagi United. Pertanyaannya, apakah dia akan sukses di Old Trafford? Dengan sistem tiga bek yang diterapkan van Gaal, pertahanan United kerap bermasalah saat harus dituntut cepat untuk menutup serangan balik lawan. Bermain dengan formasi 3-5-2, mengharuskan ketiga bek memiliki energi dan daya tahan yang kuat. Itu belum terlihat selama pra-musim sampai di pertandingan "sesungguhnya" ketika menghadapi Swansea pekan lalu. Terlalu banyak lubang di garis pertahanan United menjadi salah satu penyebab manajer sekaliber van Gaal bisa dipermalukan manajer debutan Premier League.

       Marcos Rojo harus bisa cepat menyesuaikan diri dengan sistem permainan van Gaal serta iklim sepakbola Inggris. Dia pernah melakukan itu dengan baik bersama Argentina di Piala Dunia 2014 lalu meski awalnya sempat diragukan.
     

       "Rojo telah membuat rakyat Argentina terpikat. Dia menyerang dan bertahan dengan sama baiknya. Kepercayaan yang diberikan  Sabella tidak disia-siakan Rojo. Menurut saya dia adalah bek kiri terbaik diantara semifinalis Piala Dunia 2014," ujar Diego Simeone

       Sekadar catatan, Rojo adalah satu-satunya pemain Argentina yang masuk ke daftar Castrol Index Top 11. Mengalahkan pemain terbaik Piala Dunia 2014 yang gelarnya diragukan semua pihak itu.

       Marcos Rojo kini menjadi pemain keempat United asal Argentina. Sebelumnya ada Veron, Heinze, dan Tevez. Dua nama terakhir, pada akhirnya, tidak memiliki kesan bagus di mata United fans.

       Selamat datang dan selamat mewujudkan mimpi di Old Trafford, Marcos....


    more »






       Belakangan ini kembali marak perbincangan mengenai keluarga Glazer yang mendapat tuntutan dari fans agar segera menggelontorkan dana di bursa transfer dan mendatangkan pemain bintang baru untuk membangun kembali skuat Manchester United. Kampanye "green and gold" yang sempat mereda sejenak, kini mencuat kembali ke permukaan. Gelombang protes dari fans pun tak terelakkan.

       Bagi sebagian orang, ini bukanlah hal baru. Protes kepada Keluarga Glazer sudah berlangsung secara konsisten sejak tahun 2005, ketika mereka mengakuisisi Manchester United sebesar 790 juta poundsterling. Pembelian yang mengubah banyak aspek dan menanamkan kebencian kepada fans.

       Tapi, untuk saat ini kami, tidak tertarik membahas keluarga rakus itu, melainkan akan membawa kita sejenak mundur ke 19 Agustus 1989,  saat United menghadapi Arsenal dalam sebuah pertandingan liga di Old Trafford. Hari dimana kita rasanya ingin tertawa, sedih, namun kagum disaat bersamaan.

       Seorang pria gemuk paruh baya yang mengenakan seragam Manchester United lengkap, melakukan juggling dari tengah lapangan dan mengakhirinya dengan tendangan voli di hadapan publik Stretford End. Seluruh mata tertuju padanya saat itu. Sudah pasti, yang menyaksikan lebih banyak dibanding saat Thomas Vermaelen diperkenalkan kepada publik Camp Nou beberapa waktu lalu.

       Dia adalah Michael Knighton, seorang pengusaha properti asal Inggris, yang di hari itu memproklamirkan dirinya akan segera menjadi pemilik baru Manchester United menggantikan Martin Edwards. Knighton mengonfirmasi telah menggelontorkan dana sebesar 20 juta pounds untuk mengakuisisi United.


        Harusnya, hari itu menjadi milik Neil Webb. Pemain baru yang dibeli United sebesar 1,5 juta pounds dari Nottingham Forest. Webb yang meraih titel Piala FA bersama United pada tahun 1990, terpaksa harus gigit jari karena kalah populer dari Knighton di hari pertamanya sebagai pemain United.

       "Saya memang telah mendengar berita pembelian itu. Tapi orang ini tiba-tiba datang ke ruang ganti, memperkenalkan dirinya sebagai pemilik baru, dan langsung meminta seragam lengkap," kenang Webb. Dia melanjutkan, "Saya pikir dia hanya akan bergabung untuk melakukan pemanasan bersama kami. Saya tidak menyangka ketika dia tiba-tiba lari menuju lapangan dan melakukan tendangan voli ke Stretfod End. Ini tidak bisa dipercaya, dia mengambil alih lapangan dan menempatkan dirinya sebagai cameo."

       "Itu adalah hal yang tidak boleh dilakukan seorang 'pemilik' klub. Terlebih lagi, pada akhirnya, dia gagal memiliki klub ini," pungkas Webb yang selepas pensiun pernah menjadi petugas pengantar surat untuk Royal Mail.

     

       Martin Edwards telah mewarisi saham United dari sang ayah, Louis Edwards, sejak tahun 1980. Suatu hari dia berkata kepada Alex Ferguson, "Jika ada yang berani membeli sahamku sebesar 10 juta pounds dan berjanji akan merenovasi Stretford End, yang diperkirakan menghabiskan 10 juta pounds, maka dia berhak memiliki klub ini".

       Menumpuknya hutang Martin Edwards menjadi salah satu pemicu dia melepas sahamnya. Selain, tentu saja, secara personal Edwards tidak disukai pendukung United.

       Edwards menjual Manchester United kepada Michael Knighton karena dua alasan. Pertama, dia memiliki hutang kepada bank sebesar 1 juta pounds. Rumahnya dijaminkan untuk pinjaman itu. Maka dia tidak bisa duduk lebih lama lagi sebagai chairman. Alasan kedua, Stretford End harus direnovasi, yang jika dihitung secara tepat, akan menghabiskan 7 juta pounds. Edwards tidak punya uang untuk itu. 

       Michael Knighton datang membawa 10 juta pounds untuk renovasi Stretford End. Lebih dari apa yang dibutuhkan Edwards. Maka persoalan selesai. Manchester United dan Michael Knighton bersiap untuk melakukan kesepakatan akuisisi terbesar abad ini.

       "Jika saat itu aku menolak uang untuk membangun kembali Stretford End, dan pada akhirnya fans tahu. Entah apa yang akan terjadi padaku," kenang Edwards.

       Kesan pertama Edwards untuk Knighton sangat positif, "Michael Knighton adalah orang yang menyenangkan. Tapi dia juga serius dan ambisius. Ditambah, dia mendapat dukungan kuat dari kedua mitranya yang sangat kaya raya," ujar Edwards.


        Apa yang direncanakan Knighton kemudian memang tepat. Dia ingin menggali potensi yang sangat besar dalam diri United. Bahkan, dia berani memperkirakan, nilai United akan menjadi 150 juta pounds dalam 15 tahun ke depan (faktanya, United bernilai 1 miliar pounds hanya dalam 11 tahun). Knighton mengidentifikasi beberapa aspek yang dapat meningkatkan nilai jual United: penjualan merchandise, hak siar televisi, majalah, hotel, dll. Hal yang benar-benar terjadi di tahun-tahun kemudian.

       Proses pembayaran akuisisi berlangsung secara bertahap. Uang yang sudah masuk digunakan United, yang sebelumnya dikenal "pelit" di bursa transfer, untuk mendatangkan pemain-pemain seperti Neil Webb, Mike Phelan, Gary Pallister, dan Danny Wallace. Ada banyak keyakinan muncul saat itu. Juggling yang dilakukan Knighton dianggap sebagai bentuk ketulusan hati dan kecintaannya pada United. Ada unsur antusiasme dan kehangatan dalam dirinya. Hal yang tidak nampak dalam diri Martin Edwards.

       Perlu diketahui, rencana Michael Knighton mengakuisisi United ini disokong oleh "dua mitra kaya raya" seperti yang disebutkan Edwards. Mereka adalah Robert Thornton dan Stanley Cohen. Dari mereka inilah mayoritas uang Knighton berasal.

       Namun, selama proses akuisisi berlangsung, Knighton terkesan ingin memiliki United seorang diri tanpa memedulikan kedua rekannya itu. Thornton dan Cohen akhirnya menarik diri dari perjanjian dan meninggalkan Knighton sendirian. Ketika pihak Manchester United sudah mendesak untuk melakukan pelunasan, Knighton tidak punya uang yang cukup untuk memenuhi janjinya. Proses akuisisi pun dibatalkan.

       Kesalahan terbesar Knighton adalah terlalu ambisius dan gila publikasi. Padahal, saat itu dia sudah duduk sebagai dewan direksi dan memiliki 30.000 lembar saham. Tinggal selangkah lagi United akan menjadi miliknya. Akhirnya, pada tahun 1992 dia menyatakan mundur dari dewan direksi United dan menarik seluruh sahamnya untuk membeli Carlisle United, klub dari kasta ketiga Liga Inggris.

       "Knighton telah membuktikan diri bahwa dia memiliki uang atas dukungan kedua rekannya. Tapi yang terjadi kemudian, dia jatuh karena mulai berseberangan dengan rekan-rekannya itu. Knighton sebenarnya sudah menyadari apa yang akan terjadi, tapi dia tetap ingin menjadi yang nomor satu. Saat sokongan dana menjauh dan tekanan untuk melunasi datang, dia tidak punya uang," papar Edwards.

       Ini bukan pertama kalinya Martin Edwards gagal menjual United kepada pihak lain. Sebelumnya, pada tahun 1984, pernah muncul nama Robert Maxwell, pemilik Daily Mirror dan klub League Two, Oxford United. Maxwell dikenal publik sebagai sosok kontroversial dan egomaniac.

       "Saya tidak pernah mencapai kesepakatan dengan Maxwell. Dia mendekati saya karena sebelumnya telah bertemu dengan ayah saya, Louis Edward. Ayah kemudian meminta untuk menemui Maxwell. Saya setuju meski saat itu ada beberapa kekhawatiran terhadap Maxwell," kata Edwards. Keduanya kemudian bertemu di kantor Maxwell, Maxwell House, di London.

       Apa yang dilakukan Maxwell kemudian adalah mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa dia telah menjadi pemilik Manchester United. Persis seperti apa yang dilakukan Michael Knighton.

       "Kami memiliki beberapa kesamaan, tapi saya tidak menyukainya. Dia ingin memiliki United dengan harga murah," ujar Edwards. "Ketika aku meninggalkan kantornya dia berkata 'kami akan melakukan konferensi pers bersama'. Saya sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang menuju Manchester saat Maurice Watkins (pengacara dan direktur United) menelpon untuk mengabarkan bahwa baru saja Robert Maxwell mengadakan jumpa pers dan mengatakan bahwa dialah kini pemilik Manchester United," jelas Edwards.

       Akibatnya, saat itu Edwards sangat dikritik keras oleh fans. "Saya melihat ke belakang dan menyadari satu hal: saya tidak pernah memenangi pertarungan public relation. Knighton dan Maxwell membuktikan itu. Saya tidak pernah tertarik dengan public relation, bahkan sampai sekarang. Oleh karena itu, saya sangat kecewa melihat, misalnya, Tony Blair (mantan PM Inggris) yang selalu mengutamakan imej dan public relation. Apakah Winston Churchill mempunyai staf humas? Tidak. Jika harus membuat pernyataan, maka saya akan melakukannya sendiri kepada pers," papar Edwards.

       Nada kekecewaan juga muncul dari petinggi United lainnya, Maurice Watkins, "Kasus Knighton itu adalah masa-masa yang mengkhawatirkan bagi klub. Aku suka dia, tapi khawatir juga gayanya yang eksentrik lama-lama bisa merugikan klub,"  ujar direktur senior United tersebut.

       Memang ada benarnya apa yang diucapkan Watkins. Tapi kita tidak bisa menyangkal bahwa apa yang pernah direncanakan Knighton untuk United adalah hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya (mengenai hak siar televisi, merchandise, dll). Hal itu akhirnya menjadi kenyataan sekarang (meski orang lain yang melakukannya) dan banyak ditiru oleh klub-klub lain di dunia. Terlepas dari semua itu, Knighton yang pernah bermain untuk tim junior Everton dan Coventry City ini memiliki passion dan akar sepakbola yang kuat. Akuisisi United tidak semata untuk kepentingan komersial seperti yang kebanyakan dilakukan owner klub sepakbola dewasa ini.

       Jadi, apakah pantas jika Michael Knighton disebut sebagai football's greatest visionary?

       Saat di Carlisle United, Michael Knighton masih memertahankan gaya eksentriknya. "Saya percaya alien dan Frankenstein. Saya juga percaya Tuhan. Tapi yang lebih penting, saya percaya bahwa ada kiper pinjaman bisa mencetak gol di menit ke-91." Komentar itu diucapkannya saat kiper Jimmy Glass mencetak gol yang membuat Carlisle batal degradasi dan tetap bertahan di League Two.

     

       Ketika ditanya mengenai kegagalannya mengakuisisi United, Knighton menyatakan tidak menyesal sama sekali. "Saya tidak menyesal hari itu berada di lapangan. Saya membuat orang-orang bahagia, setidaknya selama 64 jam atau bahkan lebih," ujarnya penuh percaya diri.

       Mungkin dia benar, bahwa juggling yang dilakukannya 25 tahun lalu itu masih menyisakan kenangan di benak United fans sampai saat ini. Salah seorang pemegang tiket terusan di Stretford End mengatakan, "Knighton adalah hal paling menarik yang pernah terjadi di Old Trafford dalam beberapa saat. Aku bertepuk tangan, bernyanyi 'Fergie sign him up', sambil benar-benar berpikir bahwa messiah baru telah tiba."

       Memang benar messiah United telah tiba. Tapi dia bernama Fergie, bukan Knighton.



    (Telegraph, FourFourTwo)


    Reva Prasetya - Twitter: @HoolGad

    more »




       Sepertnya mantan first-team coach Rene Meulensteen mulai sedikit terbuka tentang kepergiannya dari Old Trafford musim lalu. Baru-baru ini Rene angkat bicara mengenai intervensi David Moyes terhadapnya dan menganggap Moyes menyesatkan United fans dengan klaim bahwa Rene memang ingin meninggalkan Manchester United meski sudah diminta untuk tetap tinggal.


       Mantan manajer Fulham itu berbicara kepada Sportsmail bahwa keputusannya meninggalkan United karena Moyes memberikan tugas baru kepadanya. Sebelumnya Moyes membela diri dengan pernyataan sebagaimana dilansir Daily Mail berikut: "Saya dikritik karena dianggap menyingkirkan Meulensteen. Tapi saya sudah memintanya untuk tinggal".

       Namun, Meulensteen mengklaim bahwa Moyes menawarkan posisi baru yang berbeda untuknya. Jauh berbeda seperti apa yang dia lakukan di era kepemimpinan Sir Alex Ferguson.

       Rene, kepada Talk Sport, mengulang apa yang dikatakan Moyes kepadanya, "Saya ingin Anda untuk tinggal. Saya tahu Anda sangat penting dan telah melakukan banyak hal untuk klub  ini.  Tapi saya akan melakukan semuanya sendiri mulai sekarang". Dengan ucapan Moyes tersebut maka Rene menemukan alasan untuk pergi dari Manchester United.

       "Kami bertemu dua kali untuk membahas masalah ini. Memang di satu sisi Moyes menginginkan aku tinggal, tapi di sisi lain dia berkata akan 'melakukan apa yang aku kerjakan selama ini' ," ujar Meulensteen.

       Rene Meulensteen bersikeras bahwa Moyes akan mengambil alih perannya selama ini. Selama lima tahun di Old Trafford, Rene mengatakan bahwa dirinya menguasai "bagian integral" dalam setiap aspek persiapan tim.

       Entah apa yang sebenarnya terjadi. Apakah benar Moyes mulai mendikte United sejak hari pertama? Atau Rene Meulensteen yang salah persepsi atas apa yang diucapkan Moyes? Tapi kita tidak bisa menyangkal fakta bahwa staf pengganti yang dibawa Moyes memang tidak sepadan dengan apa yang dimiliki United sebelumnya. Termasuk Phil Neville.

       Eric Steele (mantan pelatih kiper) dan Eric Harrison (manajer Class of 92) pernah mengingatkan Moyes untuk tetap memertahankan staf milik Sir Alex karena proses transisi besar akan segera terjadi di Manchester United. Membawa staf baru, menurut mereka, hanya akan menyulitkan proses transisi tersebut.

       Rumit memang jika semua pihak sama-sama mengklaim "tidak bersalah". Pastinya, ada kesalahan besar yang tidak kita ketahui secara pasti apa penyebabnya ketika Moyes menjabat. Namun kita juga menyesalkan atas pemecatan tidak hormat yang diterima Moyes. Kita seolah melihat "tipikal" Manchester United yang baru saat itu.

       Menarik ditunggu siapa lagi yang akan "berkicau" tentang era kepemimpinan Moyes.




    (Reva Prasetya. Twitter: @HoolGad)
    more »

    Senin, 18 Agustus 2014



       Ed Woodward adalah pria yang paling sering disorot fans dalam dua musim terakhir kepemimpinannya sebagai CEO di Manchester United. Dia juga tidak terlalu banyak membagi opini kepada publik, melainkan lebih sering kebingungan dalam membagi pekerjaannya: melakukan kesepakatan dengan sponsor atau membeli pemain baru.

       Woodward adalah "mesin"  dalam hal pemasaran. Manajemen baru dibawah kepemimpinannya telah melakukan peningkatan signifikan dari segi komersial. Puncaknya adalah kesepakatan dengan kit sponsor United yang baru, Adidas. Namun, bagi fans, kesepakatan dengan produsen mie asal Jepang menimbulkan keraguan dan pertanyaan tentang keseriusan klub untuk membangun skuat yang berkualitas.

       Dia layak mendapat kritik atas kinerjanya di bursa transfer musim lalu (gagal mendapatkan pemain-pemain incaran klub). Terlebih lagi musim ini. Kritik yang datang padanya sangat berdasar dan keras.

       Meskipun demikian, setelah gagal mendapatkan Ander Herrera musim lalu, Woodward melakukan kesepakatan dengan bagus dan cepat musim ini terhadap pemain yang sama. Hal yang paling mengesankan adalah, tampaknya, proses transfer Herrera berjalan mulus. Walaupun, sangat diragukan jika tidak ada spekulasi sama sekali, mengingat Athletic Bilbao adalah klub yang dikenal paling tidak" ramah" dan sering mempersulit jika ada tawaran masuk untuk pemain-pemain mereka. Selain itu, transfer Herrera juga berjalan dengan tenang tanpa ada kebocoran publikasi yang berarti. Sejumlah target United yang ramai digunjingkan media malah justru tidak kunjung hadir di Carrington.

       Terlepas dari "kebocoran" transfer Luke Shaw, proses pembelian youngster Inggris ini sangat efektif dan efisien meskipun jumlah uang yang dikeluarkan sangat banyak. Tetapi Woodward tidak bisa disalahkan dalam hal ini, mengingat talenta muda berbakat di Inggris memang terkadang overpriced. Satu hal lagi, dengan fakta bahwa akan ada pertukaran Rooney dengan Mata (plus uang £ 15 juta) beberapa bulan lalu, Woodward harus diberikan apresiasi mengenai beberapa hal dalam kebijakan transfer yang mungkin belum pernah dilakukan sebelumnya.

       Tetapi, di lain hal, Woodward juga harus belajar mengenai banyak hal. Diantaranya, harus mulai berhenti mengucapkan retorika bodoh seperti: "Tidak ada anggaran dana yang tepat. Secara finansial kami sangat kuat. Selalu ada dana yang tersedia".

       Ada beberapa opini yang mengatakan bahwa lemahnya kegiatan transfer United musim ini terhambat oleh gelaran Piala Dunia 2014 dan janji Louis van Gaal bahwa dia akan memberikan banyak kesempatan kepada para pemain dan terlebih dahulu menilai kemampuan mereka, sambil beradaptasi dengan skuat yang saat ini dimilikinya.

       Jadi, sementara Woodward mengumbar janji-janji manis seperti "kami akan terus mengamati", perlu kita ketahui bahwa Louis van Gaal adalah orang yang memiliki prinsip kuat, fokus pada substansi, dan selalu menepati janjinya. "Saya sudah mengatakan kepada klub bahwa tidak akan melakukan apa-apa sampai saya benar-benar mengenal para pemain disini. Saya ingin memberi banyak kesempatan kepada pemain untuk membuktikan diri dibawah bimbingan saya," ujar van Gaal.

       Butuh kebesaran hati untuk mengakui bahwa skuat United musim ini sangat tidak berkualitas. Itu juga yang dikatakan Garry Monk, manajer Swansea, saat membawa timnya mengalahkan United untuk pertama kalinya di Old Trafford dalam pertandingan liga. Sorotan utama kelemahan itu terutama berada di key areas: lini belakang dan tengah.

       Namun, jika benar-benar mengamati transfer market, sepertinya memang tidak atau belum ada target realistis dan bisa diandalkan untuk diboyong United.

       Thomas Vermaelen (sebelum diakuisisi Barcelona) menjadi satu-satunya target yang realistis sekaligus dibutuhkan United untuk musim ini. Dengan harga berkisar £ 10-12 juta, itu akan menjadi pembelian yang sangat bernilai dan menguntungkan. Apalagi dengan kondisi Evans yang masih dalam tahap "berkembang", sementara Smalling dan Jones masih relatif muda serta minim pengalaman. Lini belakang United butuh sosok berpengalaman sejak perginya Rio dan Vida.

       Mungkin banyak yang tidak setuju jika Smalling diberi banyak kesempatan bermain. Tapi, beberapa kalangan (yang melawan arus) menilai bahwa dia akan menjadi bek tengah berkualitas jika terus ditempa dengan pengalaman bertanding. Hal yang sama berlaku untuk Phil Jones.

       Hilangnya kesempatan mendapatkan Vermaelen saat dia sudah tidak dibutuhkan lagi di Arsenal (Wenger sendiri yang mengungkap hal ini dalam konferensi pers), sekali lagi dihubungkan dengan Ed Woodward. Dia dikritik dan disalahkan dalam hal ini. Uniknya, di sisi lain, kalangan fans yang semula menolak keras saat United berusaha mendatangkan Vermaelen, berada di barisan paling depan untuk memaki dan mencemooh Woodward atas kegagalannya merekrut kapten Arsenal tersebut.

       Entah disebut apa gejala ini. Apakah secara psikologis, mem-bully tanpa dasar yang jelas merupakan kenikmatan tersendiri atau sudah menjadi tren global? Atau bisa juga dikategorikan ke dalam kultur budaya pop tentang apa yang disebut dengan "kejantanan".

       Saga transfer Arturo Vidal yang sepertinya tak kunjung berakhir juga menjadi senjata yang digunakan untuk menyerang Woodward. Entah siapa yang pertama kali menggelontorkan rumor ini ke publik. Tapi yang jelas, perlu diketahui terlebih dulu, apakah benar Louis van Gaal menginginkan Vidal merapat ke Old Trafford? Jika benar, mengapa United tidak membayar saja sejumlah uang dan pemain (yang kabarnya) diminta Juventus sebagai kompensasi untuk memboyong Vidal? Toh jika benar permintaan Juventus selangit, tidak terlalu masalah bagi United mengingat daftar panjang sponsor yang dimiliki.

       Sebaiknya ,kita membatasi diri dan pandangan kepada hal-hal yang perlu diingat namun selalu luput dari ingatan, seperti: Louis van Gaal yang pernah berbicara terang-terangan bahwa dia menginginkan Kevin Strootman ke dalam skuatnya. Secara kebetulan, United juga (sebenarnya) sangat membutuhkan gelandang dengan tipe yang van Gaal inginkan tersebut. Meskipun, kita juga harus tetap menunggu, minimal sampai Januari, untuk melihat perkembangan Darren Fletcher. Musim ini adalah pembuktian sepenuhnya bagi Fletcher bahwa ulcerative colitis tidak berhasil merenggut kariernya. Dengan label vice-captain yang diberikan, van Gaal membuktikan ucapannya untuk memberikan kesempatan kepada pemain.

       Bursa transfer musim panas ini ditandai dengan luasnya spekulasi yang beredar dengan hanya sedikit "kebocoran" yang terjadi. Jurnalis yang dihormati dan dikenal sebagai sumber terpercaya seperti Mark Ogden dan Miguel Delaney, alih-alih memberitakan kabar transfer masuk dan penawaran-penawaran yang diajukan United, mereka malah asyik membahas pemain yang berpotensi meninggalkan klub.

       Tidak diragukan lagi, dengan kondisi sekarang, Manchester United butuh mendatangkan bek dan gelandang tengah yang baru untuk bisa bersaing kembali di jalur perburuan gelar. Tetapi, kurangnya aktivitas Woodward di bursa transfer, serta prinsip van Gaal yang masih ingin memberi kesempatan kepada pemain yang ada, seolah menutup peluang masuknya pemain baru. Pria 63 tahun ini memang sangat sulit "dikalahkan" dalam hal prinsip dan disiplin. Tetapi, dia sangat teliti dan memiliki kemampuan melihat sebuah potensi lebih baik dibanding seluruh manajer yang ada di Premier League saat ini. Maka, dengan prinsip yang demikian keras, musim ini lagi-lagi kita harus sedikit bersikap toleran kepada manajer.

       Namun, bentuk toleransi kali ini tidak akan pernah benar-benar sama seperti musim lalu kepada David Moyes, dimana kita banyak menghabiskan waktu untuk mentolerir manajer, yang jika diibaratkan sebagai sebuah negara, termasuk kategori "negara berkembang". Louis van Gaal adalah "negara maju" dengan segudang prestasi "pembangunan" yang ditorehkannya. Kita hanya perlu beradaptasi dengan gaya kepemimpinan serta kebijakan-kebijakan yang kelak akan dilakukannya.

       Untuk saat ini, baiknya kita simpan sejenak harapan-harapan besar terkait aktivitas di bursa transfer. Agak sulit mendatangkan 3-4 pemain lagi, terlebih yang berstatus "pemain bintang", dengan batas waktu penutupan jendela transfer kurang dari dua minggu lagi. Seandainya itu terjadi pun, belum tentu atas keinginan van Gaal. Maka, jika dipaksakan, khawatir itu menjadi panic buying.

       Hal paling realistis yang bisa dilakukan saat ini adalah menyerahkan segalanya kepada kemampuan taktis dan filosofi sepakbola yang dimiliki Louis van Gaal. Akan muncul sedikit rasa optimis jika mengingat sepak terjang van Gaal bersama Belanda di Piala Dunia 2014 lalu. Kini, di United, situasi yang terjadi hampir serupa: materi seadanya (mayoritas pemain muda) serta formasi "tak biasa" 3-5-2 yang ngotot dipertahankannya.

         Memang ada kalanya, segala bentuk yang sederhana dan seadanya, bisa menghasilkan sesuatu yang istimewa. "You just need brain and ball for football," ujar Louis van Gaal. Sesederhana itu...


    (RoM - Bogor Reds)




    more »

    Sabtu, 16 Agustus 2014



     


     


     

     
     
     

     


     









     

     



     

     

     

     

     

     



     

     



     
     

     

     



     

















    more »

    Selasa, 12 Agustus 2014




     

     

     

     

     



     





     


     

     

     














































    more »

    © 2013 BOGOR REDS. WP Theme-junkie converted by BloggerTheme9